Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

REVIEW : THE SECRET LIFE OF WALTER MITTY


"Beautiful things don't ask for attention."

Begitu banyak harapan, begitu banyak impian, namun begitu kecil keberanian untuk mewujudkannya. Beberapa orang bahkan rela mengubur impian besar mereka dalam-dalam demi terwujudnya kehidupan yang aman, teratur, dan nyaman. Tetapi yang lantas menjadi pertanyaan, apakah dengan dihempaskannya segala mimpi-mimpi itu lantaran kelewat enggan untuk menghadapi tantangan hidup yang penuh lika liku dapat menjamin kebahagiaan hidup? Walter Mitty (Ben Stiller) telah memiliki jawabannya dan itu adalah tidak. Konsekuensi yang kudu ditanggungnya kala memilih untuk tetap bernafas di zona nyamannya adalah hidup yang monoton. Dia mencoba menekan segala keinginannya yang menggebu-nggebu yang lantas terproyeksikan ke dalam bentuk lamunan. Membayangkan memiliki kehidupan yang besar, penuh warna, dan penuh tantangan, akan tetapi pada kenyataannya dia tidak lebih dari sekadar manusia yang terjebak di dalam sebuah kotak kecil yang tidak menyisakan banyak ruang gerak.  

Yang lebih ironis, untuk seseorang yang bekerja di sebuah majalah bernama Life Magazine yang setiap edisinya merangkum gelaran foto yang memotret peristiwa (atau sesuatu) yang akbar, Walter Mitty nyaris tidak memiliki kehidupan serta menjalani rutinitasnya dengan cara yang yah... membosankan. Selama 16 tahun berprofesi sebagai negative assets manager dengan setiap harinya memandangi ribuan hasil jepretan kamera yang ‘penuh cerita’, Walter tak sekalipun berpikiran menantang dirinya sendiri untuk membuat cerita kehidupannya lebih kaya dengan menjajal sesuatu yang baru. Mungkin, dia hanya terlalu takut. Tapi, ketika segalanya sudah tampak mustahil untuk dijalani – terlebih mengingat usia Walter tak lagi muda – sesuatu yang besar menghampiri Walter; petualangan penuh kejutan sekali seumur hidup. Berawal dari hilangnya foto maha penting yang bisa mengancam karirnya serta hadirnya Cheryl Melhoff (Kristen Wiig), rekan kerja yang ditaksirnya, yang memberi secercah semangat kepada dirinya, Walter pun memberanikan diri menembus dinginnya dan ganasnya alam Greenland, Islandia, hingga Himalaya. 

Adanya kedekatan secara personal terhadap Walter Mitty yang akan dengan mudah membuat banyak penonton terkoneksi dengannya, menaruh simpati, dan memberi dukungan tulus adalah yang membuat The Secret Life of Walter Mitty terasa begitu istimewa. Belum lagi, di samping sisi humor gila-gilaan yang menjadi ciri khas Stiller (lihat saja di film garapannya yang lain; Tropic Thunder, Zoolander, dan The Cable Guy) masih dipertahankan meski untuk sekali ini kadarnya sedikit diturunkan, gelaran aksi petualangan mendebarkan yang akan membawa kita mengikuti petualangan fantastis dari Walter Mitty – bertarung dengan hiu ganas, menghindari amukan gunung berapi, terjun dari helikopter, menjelma sebagai Benjamin Button, menuruni bukit di Islandia menggunakan skateboard, hingga mengacaukan lalu lintas padat di New York City – ada hati, kehangatan, dan ketulusan yang tertuang ke dalam penceritaan sehingga saat film telah menemui penghujungnya tanpa disadari kita akan memeluk erat-erat orang terkasih yang menonton bersama kita atau justru menyeka air mata lantaran kombinasi tepat antara penuturan yang menggugah emosi dan adegan penutup yang begitu indah. 

It’s everybody's story. Atau setidaknya... cerita milik nyaris semua orang. Melalui The Secret Life of Walter Mitty, kita seperti melihat perwujudan dari diri kita sendiri atau seseorang di kehidupan sehari-hari yang kita kenal dengan baik. Ben Stiller mencoba untuk mewakili curahan hati dari jutaan orang di dunia yang terlalu malas (atau takut?) untuk mengambil jalur kehidupan yang penuh resiko dan memilih untuk berdiam diri, melayangkan lamunan, di ‘kursi malas’ namun sesungguhnya masih menyimpan mimpi menjulang tinggi yang ingin dicapai. Skrip lezat padat berisi racikan Steve Conrad membagi pesan-pesan inspiratif penuh motivasi yang mengobarkan semangat berkenaan dengan keberanian serta kesediaan menjalani tantangan kehidupan tanpa pernah menjadi cerewet dan sok puitis yang lantas dikembangkan menjadi sebuah sajian visual yang membahagiakan mata berkat sinematografi dari Stuart Dryburgh yang elok ditambah polesan CGI menawan (sehingga akhirnya saya mengerti mengapa kucuran dana film ini mencapai $90 juta!), isian tembang dan musik pengiring yang menyatu dengan manisnya ke dalam setiap adegan, dan performa yang mengagumkan dari jajaran pemainnya – terutama untuk Adam Scott yang sangat menjengkelkan sebagai atasan baru Walter. Dua jempol saya acungkan untuk The Secret Life of Walter Mitty.

Outstanding

Post a Comment for "REVIEW : THE SECRET LIFE OF WALTER MITTY"